Seorang pengusaha batik ternama di Pekalongan, Ubaidillah dan istrinya, Fitri Handayani, membuat geger warga setempat dengan menggelar tradisi “udik-udik” atau saweran sebagai bentuk syukur karena anak mereka mulai belajar berjalan.
Acara yang berlangsung pada Jumat, 6 September 2024 siang itu digelar di depan rumah mereka di Banyurip Gang 2, Kecamatan Pekalongan Selatan.
Uang sebesar Rp35 juta disebarkan pada acara ini, membuat ribuan warga datang berbondong-bondong untuk memperebutkan uang tersebut.
Sejak sebelum acara dimulai, warga sudah memadati area sekitar rumah pengusaha tersebut. Tak hanya uang receh yang dibagikan, Ubaidillah dan Fitri juga membagi-bagikan uang kertas yang dibungkus dengan permen.
Selain itu, ada juga doorprize menarik berupa kipas angin, televisi, hingga kulkas, yang semakin menambah antusiasme warga untuk ikut berebut hadiah tersebut.
Namun, antusiasme yang berlebihan menyebabkan situasi tidak terkendali. Warga berdesak-desakan saat uang dilemparkan. Kondisi ini semakin memburuk ketika beberapa warga mulai pingsan akibat himpitan dan kericuhan yang terjadi di tengah kerumunan massa.
Polisi yang berada di lokasi akhirnya terpaksa menghentikan acara tersebut karena situasi yang semakin tidak kondusif.
Beberapa warga bahkan mengalami luka-luka, dengan laporan adanya warga yang berdarah dan beberapa yang kehilangan barang berharga seperti handphone.
Setelah menghentikan acara, polisi mengimbau warga untuk segera kembali ke rumah masing-masing demi menjaga ketertiban.
Pasangan pengusaha batik itu mengaku tidak menyangka bahwa acara syukuran yang mereka gelar akan menarik perhatian warga dalam jumlah besar.
Mereka awalnya hanya ingin berbagi rezeki dengan tetangga sekitar melalui tradisi udik-udik, tanpa berekspektasi bahwa kerumunan akan membludak hingga menyebabkan kekacauan.
Sementara itu, video yang memperlihatkan momen saat uang Rp35 juta disebar ke kerumunan warga dengan cepat menjadi viral di media sosial. Tayangan tersebut memicu perdebatan di kalangan warganet. Beberapa orang mengkritik cara saweran tersebut dinilai berpotensi membahayakan. Namun, ada pula yang membela tindakan pengusaha batik tersebut sebagai bentuk tradisi dan rasa syukur yang wajar.