Ketegangan Internal Guncang Militer Israel di Tengah Serangan ke Gaza
Situasi internal militer Israel sedang mengalami gejolak besar di tengah operasi militer yang terus berlangsung di Jalur Gaza, Palestina. Ratusan personel Angkatan Udara, termasuk pilot, menyampaikan petisi yang menyerukan diakhirinya perang.
Akibat petisi tersebut, Komandan Angkatan Udara Israel mengancam akan memecat sekitar 970 orang yang terlibat, terdiri dari pilot, perwira, hingga tentara, sebagaimana dilaporkan oleh media setempat.
Mengutip laporan Haaretz, sejumlah besar anggota awak udara—termasuk yang masih aktif dalam dinas cadangan—telah membubuhkan tanda tangan pada dokumen yang menyuarakan penolakan terhadap operasi militer di Gaza. Meski demikian, mereka tidak menyatakan enggan bertugas.
Isi surat tersebut menyuarakan ketidaksetujuan mereka terhadap kampanye militer di Gaza, yang menurut mereka hanya dimanfaatkan untuk kepentingan politik, bukan demi menjaga keamanan negara.
Sumber dari Anadolu Agency pada Jumat, 11 April 2025, menyebutkan bahwa sikap para prajurit ini sejalan dengan pandangan oposisi Israel. Oposisi menilai bahwa perang ini dimanfaatkan oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk mempertahankan kekuasaan, bukan demi keselamatan warga Israel.
Pihak militer pun menanggapi dengan keras. Dalam beberapa hari terakhir, jajaran tinggi Angkatan Udara menghubungi satu per satu prajurit cadangan dan mendesak mereka menarik dukungannya dari petisi. Mereka yang menolak disebut akan menghadapi pemecatan.
Haaretz mencatat hanya 25 orang yang mundur dari petisi setelah intervensi itu.
Ketegangan ini mencapai puncaknya saat Panglima Angkatan Udara Mayjen Tomer Bar bertatap muka langsung dengan beberapa perwira kunci pendukung petisi. Dalam dialog itu, para perwira mengkritik ancaman pemecatan sebagai tindakan yang tak etis dan bertentangan dengan hukum.
Namun Tomer Bar tetap mempertahankan kebijakannya. Ia menyebut bahwa para personel yang menandatangani surat tersebut memiliki pandangan bahwa perang di Gaza adalah urusan politik.
Bar juga menyampaikan bahwa menurutnya, petisi di masa konflik aktif adalah bentuk pelanggaran. Ia mengklaim bahwa gencatan senjata dan kesepakatan pertukaran sandera akan segera terwujud.
Namun kondisi di lapangan berbicara lain. Sejak 18 Maret, serangan Israel ke wilayah Gaza kembali meningkat, yang menyebabkan korban jiwa bertambah drastis.
Tindakan militer Israel tersebut juga menggagalkan kesepakatan gencatan senjata yang sebelumnya berhasil dijalin pada Januari 2025.
Secara lebih luas, Perdana Menteri Netanyahu kembali menuai kritik. Ia disebut-sebut akan terus melanjutkan operasi militer demi mendukung inisiatif Presiden AS Donald Trump yang dituding bertujuan mengusir warga Palestina dari Gaza.
Sejak Oktober 2023, lebih dari 50.800 warga Palestina telah kehilangan nyawa akibat serangan brutal Israel—mayoritas adalah perempuan dan anak-anak. Tindakan agresif Israel tersebut terus menuai kecaman dari masyarakat internasional.