Fotonya menyebar di media sosial dan sejumlah grup WhatsApp, yang menunjukkan dia mengenakan kemeja lengkap dengan dasi berwarna biru. Rambunya tersisir rapi.
“Jakarta itu gila jadi aku harus lebih gila lagi untuk bisa dapat pekerjaan,” kata Asrofi, pemuda yang berdiri di jembatan penyeberangan orang (JPO), sembari memegang sebuah map bertuliskan “saya membutuhkan pekerjaan.”
Lewat aksi “gilanya” itu, Asrofi akhirnya mendapat puluhan tawaran pekerjaan, baik yang mendatanginya langsung maupun menghubungi via telepon dari kontak yang ia cantumkan di kertas.
Lewat kertas itu lah Asrofi “mempromosikan” dirinya dengan mencantumkan riwayat hidupnya.
“Karena kalau mengirim lamaran via surat atau lewat kenalan, itu sudah biasa, aku pengen cari hal-hal yang benar-benar berbeda,” katanya saat berbincang dengan Antara News lewat sambungan telepon.
Asrofi (21) bercerita “kegilaan” itu dilakukannya pada Rabu (5/7) selama sekitar satu jam, sebelum diminta pergi oleh pihak keamanan halte Transjakarta di bilangan Grogol, Jakarta Barat.
Untuk bisa melakukan hal senekad itu, pria asal Kebumen tersebut berbagi kiat dengan menyingkirkan perasaan gengsi sejauh mungkin, agar bisa meraih jalan kesuksesan di masa mendatang.
“Semua orang pasti merasakan gengsi. Menurut aku, kalau gengsi terlalu dipikirkan, mau sampai kapan seperti itu. Sampai aku ditertawakan banyak orang, tetapi aku mikirnya, sekarang aku begini kondisinya, ke depannya di masa depan kan tidak tahu,” tuturnya.
Hari ini, pria yang sempat menjadi tukang parkir itu, mempunyai beberapa jadwal wawancara yang akan dipenuhinya, salah satunya di kawasan Gambir, Jakarta Pusat.
Saking padatnya jadwal wawancara, Asrofi pun hanya bisa melakukan wawancara dengan Antara News lewat telepon.
“Interview di Gambir, karena terlalu banyak, aku jadi bingung. Aku tidak terlalu memilih-milih sebenarnya, yang penting waktunya bisa, aku datang,” kata lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK) di Kebumen, Jawa Tengah itu.
Asrofi mengatakan mencari kerja dengan berdiri di JPO merupakan yang kedua kalinya dia lakoni, di tempat yang sama, yang berujung pada sebuah undangan untuk menghadiri acara khusus.
“Ini yang kedua kalinya saya berdiri di situ, yang pertama dulu sudah dapat pekerjaan. Gara-gara itu, aku diundang di sebuah acara di Kasablanka. Itu cuma orang-orang terpilih yang bisa datang,” kisahnya, tanpa merinci kegiatan itu.
Setelah menamatkan SMK dan hijrah ke ibu kota, Asrofi sempat kerja di bidang makanan dan minuman. Saat ini dia juga masih tercatat sebagai konsultan bisnis di sebuah perusahaan di Jakarta Pusat.
“Ke depannya, pengen kerja dan kuliah di bidang komunikasi. Itu misi aku dari kampung. Padahal aku dulu orangnya pendiam, tetapi pengen kuliahnya komunikasi,” ujarnya.
“Terkadang, bidang yang kita tidak suka, kalau ditekuni dengan baik bisa menjadi jembatan untuk menuju kesuksesan,” demikian Asrofi.