Madagaskar resmi memiliki presiden baru, pasca kudeta yang berhasil menggulingkan Presiden Andry Rajoelina. Presiden baru tersebut dilantik Jumat (17/10). Dia adalah Kolonel Michael Randrianirina, komandan satuan elit Angkatan Darat.
Pemimpin kudeta Madagaskar, Kolonel Michael Randrianirina, dilantik hanya tiga hari setelah militer merebut kekuasaan menyusul protes yang dilakukan Gen-Z selama hampir satu bulan. Protes itulah akhirnya ditunggangi militer dan memaksa Andry Rajoelina melarikan diri dari Madagaskar.
Dilansir AFP, Kolonel Michael Randrianirina, diambil sumpah jabatan untuk menjadi presiden baru dalam sebuah upacara di ruang utama Mahkamah Konstitusi Tinggi di negara Samudra Hindia yang berpenduduk 30 juta jiwa tersebut.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mengutuk keras pengambilalihan militer sebagai perubahan pemerintahan yang inkonstitusional dan cara tersebut mencedarai iklim demokrasi yang dianut Madagaskar.
Selain dikutuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, Madagaskar kini telah diskors menjadi bagian dari negara-negara Uni Afrika. Meski demikian, junta militer tidak menggubris. Militer tetap menganggap sah pengambilalihan kekuasaan yang sebelumnya disertai aksi protes kaum muda itu.
Keberadaan Presiden Andry Rajoelina tidak diketahui setelah ia meninggalkan negara itu dengan alasan nyawanya terancam menyusul pemberontakan yang dilakukan oleh tentara yang setia kepada Randrianirina. Tanpa kehadirannya, Rajoelina dimakzulkan dalam pemungutan suara di parlemen pada hari Selasa, tepat sebelum Kolonel Michael Randrianirina mengumumkan pengambilalihan kekuasaan oleh militer.
Randrianirina, yang muncul dari ketidakjelasan untuk memimpin pemberontakan oleh unit militer CAPSAT-nya, sebenarnya juga sempat dipenjara dua tahun lalu karena upaya pemberontakan. Kolonel Randrianirina mengaku menghabiskan sebagian besar dari tiga bulan penahanannya pada akhir 2023 dan awal 2024 di sebuah rumah sakit militer sekaligus menyusun strategi.
Menurut Bank Dunia, sebagai sebuah negara, Madagaskar memiliki tingkat kemiskinan tinggi, yang memengaruhi sekitar 75 persen populasi. Bekas koloni Prancis itu juga memiliki sejarah ketidakstabilan politik yang bergejolak sejak merdeka pada tahun 1960, yang mencakup beberapa kudeta dan percobaan kudeta.
Rajoelina sendiri berkuasa sebagai pemimpin transisi pada tahun 2009 setelah melalui kudeta yang saat itu juga didukung militer.
Dalam pernyataan perdananya, Kolonel Michael Randrianirina mengatakan, Madagaskar akan dipimpin oleh dewan militer dengan dia sebagai presiden selama 18 bulan hingga dua tahun sebelum pemilihan umum baru. Dengan klaim tersebut, kaum muda yang mengilhami pemberontakan melawan Rajoelina harus menunggu lama sebelum mereka dapat memilih pemimpin baru mereka.
Protes yang dimulai bulan lalu telah menggemakan pemberontakan yang dipimpin Generasi Z lainnya di Nepal, Sri Lanka, dan berbagai tempat lainnya. Anak-anak muda Madagaskar pertama kali turun ke jalan bulan lalu untuk memprotes pemadaman air dan listrik yang terus-menerus, tetapi kemudian menyuarakan isu-isu lain, termasuk biaya hidup, kurangnya kesempatan kerja, dan dugaan korupsi serta nepotisme oleh para elit.
Kolonel Michael Randrianirina memanfaatkan momentum akhir pekan lalu dengan berbalik melawan Presiden Rajoelina dan bergabung dalam protes anti-pemerintah yang menuntut presiden dan para menteri untuk mundur. Terjadi bentrokan singkat antara tentara dan anggota pasukan keamanan gendarmerie yang masih setia kepada Rajoelina, yang mengakibatkan seorang tentara CAPSAT tewas.
Namun tidak ada kekerasan besar di jalanan. Yang terjadi, pasukan Randrianirina justru disambut gembira dan pengambilalihan kekuasaan mereka dirayakan oleh rakyat Madagaskar.
Randrianirina mengatakan dalam sebuah wawancara dengan The Associated Press pada hari Rabu bahwa pengambilalihan militer adalah sebuah langkah untuk “mengambil tanggung jawab sebagai warga negara dan patriot”.
“Mulai sekarang, kita akan mengembalikan negara ini ke kejayaannya, melawan ketidakamanan, dan secara bertahap mencoba menyelesaikan masalah sosial yang dialami masyarakat Madagaskar,” ujar sang kolonel dalam sebuah wawancara di barak unit CAPSAT.
Pada hari Kamis, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengecam pergantian pemerintahan yang inkonstitusional di Madagaskar dan menyerukan “kembalinya tatanan konstitusional dan supremasi hukum “, ujar juru bicaranya, Stéphane Dujarric. Hanya ada sedikit reaksi signifikan terhadap pengambilalihan kekuasaan oleh militer dari negara-negara lain, termasuk mantan penguasa kolonial Madagaskar, Prancis. (*)
sumber: indosatu.co