Presiden Prabowo secara resmi mengeluarkan keputusan abolisi terhadap mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong. Dengan adanya keputusan ini, seluruh proses hukum terkait kasus impor gula yang melibatkan Tom Lembong dihentikan.
“Berdasarkan persetujuan dari DPR RI mengenai pemberian abolisi kepada saudara Tom Lembong,” ujar Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad usai menggelar rapat konsultasi di kompleks DPR RI, Jakarta, Kamis (31 Juli 2025), sebagaimana dilaporkan oleh detikNews.
Lantas, apa arti sebenarnya dari abolisi yang diberikan oleh Presiden Prabowo kepada Tom Lembong? Simak penjelasan lengkapnya!
Pengertian dan Sejarah Abolisi
Abolisi adalah penghapusan terhadap seluruh akibat penjatuhan putusan pengadilan pidana kepada seorang terpidana yang bersalah melakukan delik, yang diberikan oleh presiden. Abolisi dalam bahasa aslinya, abolitio (Latin), bahasa Belanda abolitie, bahasa Inggris abolish, seperti tercantum dalam Kamus Istilah Hukum oleh Viswandoro.
Mengutip Naskah Akademik Rancangan UU tentang Grasi, Amnesti, Abolisi, dan Rehabilitasi, istilah abolisi merupakan hak Presiden yang diatur dalam konstitusi yang bersifat prerogatif. Abolisi ini diberikan kepada tersangka dan terdakwa.
Jika seseorang yang dikenai abolisi masih berstatus tersangka, maka perkara belum limpah ke pengadilan atau penuntutan tidak jadi dilakukan. Sementara jika statusnya sudah terdakwa, tuntutan telah dilakukan tetapi akhirnya ditiadakan.
Abolisi tidak berkaitan dengan apakah bukti cukup atau tidak. Namun, abolisi diberikan dengan alasan kepentingan negara oleh presiden.
Hal itu bisa dilakukan presiden karena merupakan pihak yang memiliki kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan bersifat umum dan kekuasaan pemerintahan yang bersifat khusus. Adapun pemberian abolisi termasuk ke dalam kekuasaan khusus.
Hak presiden dalam memberikan abolisi pertama kali diatur dalam UUD 1945 hasil kemerdekaan. Dalam pasal 14 UUD 1945 terkandung bahwa “Presiden memberi grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi”.
Dikarenakan bentuk negara berubah, konstitusi pun kemudian mengalami pergantian beberapa kali. Salah satunya pada Undang-Undang Republik Indonesia Serikat Nomor 7 Tahun 1950 tentang Perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat Menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia (UUDS 1950).
Setelah UUDS 1950 berlaku, pengaturan soal abolisi cukup berubah besar. Pada UUD 1945 hanya dijelaskan presiden boleh memberikan abolisi. Namun dalam UUDS 1950, presiden boleh memberikannya dengan undang-undang atau undang-undang yang diberikan sesudah meminta nasihat dari Mahkamah Agung.
Aturan abolisi ini mengalami perubahan kembali seraya pemberlakuan undang-undang. Misalnya pada 19 Oktober 1999, ketentuan abolisi kemudian dapat dilakukan dengan menambah pertimbangan DPR.
Cara Pengajuan Abolisi
Cara pengajuan abolisi kepada presiden dilakukan lewat menteri hukum dan HAM. Permohonan yang diajukan langsung kepada presiden, akan diproses oleh Kementerian Hukum dan HAM untuk disusun kajiannya bersama dengan tim pengkaji.
Setelah itu, kajian disampaikan kepada presiden. Lalu, presiden akan meminta pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebelum menerbitkan keputusan.