Dunia pendidikan kembali tercoreng dengan munculnya kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh pimpinan sebuah pondok pesantren di Kecamatan Gunungsari, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Sosok pimpinan pesantren berinisial AF kini tengah berhadapan dengan hukum setelah dilaporkan ke Polresta Mataram atas tuduhan pencabulan dan hubungan intim terhadap belasan santriwati. Laporan resmi atas kasus ini diterima pada Senin, 21 April 2025.
Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Mataram, Joko Jumadi, yang turut mendampingi para korban, menyatakan bahwa delapan santriwati telah memberikan kesaksian sekaligus sebagai korban dalam proses pemeriksaan.
“Hari ini total delapan korban diperiksa. Semuanya (status) korban dan saksi,” ujar Joko di Polresta Mataram, Senin, 21 April 2025.
Menurut Joko, jumlah korban yang teridentifikasi dalam kasus dugaan kekerasan seksual ini mencapai 22 orang. Semua korban merupakan mantan santriwati dari pesantren tersebut dan baru berani melapor setelah mendapatkan dorongan dari serial asal Malaysia berjudul Bidaah.
“Mereka terinspirasi dari serial Bidaah itu dan memberanikan diri melapor. Karena ada kesamaan modus di serial dengan yang mereka alami,” jelas Joko.
Modus: Janji Spiritual Palsu
Cara pelaku menjalankan aksinya cukup mengejutkan. Berdasarkan keterangan korban, pelaku diduga menggunakan tipu daya spiritual dengan mengatakan bahwa hubungan intim dengannya akan membawa “keberkahan dalam rahim”. Ia meyakinkan para korban bahwa anak yang mereka lahirkan kelak bisa menjadi seorang wali atau tokoh agama besar.
“Modusnya pelaku menjanjikan keberkahan dalam rahim. Supaya seorang anak dari korban kelak menjadi wali,” ungkap Joko.
Hingga kini, aparat kepolisian telah membuka dua laporan terpisah atas kasus ini: satu terkait tindakan pencabulan, dan satu lagi mengenai persetubuhan. Proses penyidikan masih terus berlangsung, termasuk pengumpulan keterangan saksi dan bukti lainnya.